A. Latar Belakang.
Ilmu Pengetahuan (science)
adalah seperangkat pengetahuan tentang suatu obyek yang tersusun secara
sistematis dengan mempertanggung jawabkan obyeknya ialah dengan menunjukkan
sebab-sebab terdalam. Ciri-ciri ilmu pengetahuan adalah universal,abstrak,
pemikiran dan teori. Ilmu pengetahuan merupakan hasil cipta, karya, karsa
manusia, manusia adalah mahluk pribadi yang memiliki jasmani dan rohani,
memiliki kelebihan-kelebihan di bandingkan mahluk lainnya, hanya pada diri
manusialah proses terjadinya pengertian menjadi Ilmu pengetahuan. Pada dasarnya
manusia berpikir mengenai manusia dengan mencari keseimbangan yang sulit, yang
di satu sisi ilmu itu terikat oleh nilai-nilai sosial dan agama (Etika) yang
berhaluan dengan spiritualistis merupakan saksi-saksi sejarah. Nilai-nilai itu
merupakan buah dari keseimbangan dan ketidak seimbangan berfikir.[1]
Eksestensi Etika yang
berlandaskan pada nilai agama, di yakini akan membawa pemeluknya dalam hidup
dan sistem kehidupan yang mencakup segala aspek kehidupan menuju kehidupan yang
lebih baik, tertib dan berkualitas. Pendekatan dalam pengkajian ilmu
pengetahuan dengan menempatkan etika sebagai landasan ilmu pengetahuan, bukan
etika sebagai ilmu pengetahuan semata sehingga pengkaji ‘Etika” di sebutnya Science
sesuai dengan kehidupan pokok etikalog bagi pemeluknya.
Eksistensi
Ilmu Pengetahuan bagi etika berfungsi sebagai fondasi, pengokohan, dan penguat
agama bagi pemeluknya, karena dengan ilmu pengetahua mampu mengungkap
rahasia-rahasia alam semesta dan seisinya sehingga akan menambah keyakinan
kalau manusia mempunyai hubungan dengan mikrosomos dan makrosomos. Lebih
lanjut akan mendapatkan kehidupan yang bahagia,sejahtra, damai dan makmur[2].
Dengan ungkapan etika dan Ilmu pengetahuan bagi
manusia akan memperkokoh dan memperkuat hubungan mikrosomos dan makrosomos.
Hubungan etika dan ilmu pengetahuan bagaikan dua sisi mata uang tidak bisa di
pisah-pisahkan. Di samping itu apabila di kaji secara fitrah, etika manusia dan
ilmu pengetahuan pada hakikatnya berasal
dari agama dan agama berasal dari tuhan. Sebagai tantangan era global ini
bagaimana mengintegrasikan etika dan ilmu pengetahuan bagi kita semua sehingga
terwujud hubungan sinergis, sistematis dan fungsional bagi keduanya. Etika
tidak menjauhkan ilmu pengetahua, dan demikian juga ilmu pengetahuan tidak
meninggalkan etika, tetapi ilmuan yang beretika, dan beretika
dengan ilmu[3].
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan
hal tersebut maka rumusan permasalan yang muncul dalam makalah ini sebagai
berikut :
1.Apakah
pengertian etika dan ilmu pengetahuan ?.
2.Bagaimana
implementasi ajaran etika dalam ilmu pengetahuan di tengah masyarakat beragama
dan berpengetahuan tinnggi ?.
3. Bagaimana
pengaruh etika terhadap ilmu pengetahuan ?.
A. ETIKA
DAN ILMU PENGETAHUAN
1.
Pengertian Etika dan Ilmu Pengetahuan.
Etika berasal dari kata Yunani ethikos, ethos yang berarti adab,
kebiasaaan atau praktek. Aristoteles
menganggap bahwa etika mencakup ide, karakter dan disposisi (kecondongan).
Tujuan kehidupan bagi Aristoteles adalah kebahagiaan atau eudaimonia
(kesejahteraan, kesentosaan). Cicero
(106-43 SM) memperkenalkan kata moralis ekiuvalen dengan kata ethikos yang
diungkapkan Aristoteles. Dalam
bahasa Indonesia etika berarti ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlaq
(moral).
Etika secara terminologis adalah cabang filasafat yang
mempelajari perbuatan atau tingkah laku dan nilai moral (baik dan buruk)
manusia. Perbuatan yang dapat dinilai baik buruknya adalah tingkah laku,
gerakan-gerakan, kata-kata, yang dilakukan dengan kesadaran. Dalam banyak
pemakaian, istilah etika merupakan sinonim “moral”. Moral berasal dari kata
latin moralis-mos, moris yang artinya adat, istiadat, kebiasaan, cara, tingkah
laku atau mores yang berarti adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak,
cara hidup. Dalam bahasa Indonesia moral berarti ajaran tentang baik buruk
perbuatan dan kelakuan (akhlak, kewajiban). Ada perbedaan tentang etika dan
moral dalam penilaian sehari-hari. Moral atau moralis dipakai untuk perbuatan
yang sedang dinilai, sedangkan etika digunakan untuk pengkajian sistem nilai
yang ada.
Menurut kamus new Collegiate Webster, definisi ilmu
adalah pengetahuan yang dicapai melalui studi/ praktek, “atau” pengetahuan yang
meliputi kebenaran umum, pengoperasian hokum umum, dll. Diperoleh dan diuji
melalui metode ilmiah dan berhubungan dengan dunia fisik. Ilmu mengacu pada system
memperoleh pengetahuan dengan menggunakan oberservasi dan eksperimentasi untuk
menggambarkan dan menjelaskan fenomena alam[4].
2. Ilmu
Pengetahuan dalam ajaran etika.
Manusia
adalah mahluk ciptaan tuhan yang paling sempurna, mulia,karena di karunia oleh
Allah SWT akal, perasaan dan kehendak. Menurut abdul kadir Muhammad, akal
adalah alat berfikir sebagai sumber ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan akal
manusia menilai mana yang benar dan yang salah, sebagai nilai kebenaran.
Perasaan adalah alat untuk menyatakan keindahan sebagai sumber seni. Dengan perasaan
manusia menilai mana yang indah (estetika), dan yang jelek. Kehendak
adalah alat untuk menyatakan penilaian, sebagai kebaikan. Dengan kehendak,
manusia menilai mana yang baik dan mana yang buruk, sebagai moral.
Kesadaran
manusia tentang kebenaran di maknai dengan sesuatu yang indah, yang
menyenangkan, yang menentramkan, dan membahagiakan, sedangkan kesadaran manusia
tentang sesuatu yang salah adalah sesuatu yang jelek,buruk,menyengsarakan dan
membosankan. Begitu banyak realitas
kehidupan yang begitu ironis. Ilmuan menyombongkan hasil karyanya dan
menganggap karyanya sebagai kehendaknya sendiri tanpa ada sentuhan tuhan maupun
agama di dalam usahanya. Pemuka agama memberikan doktrin akan indahnya surga
dan menyalahkan Ilmu pengetahuan umum dalam kehidupan beragam. Keduanya
berjalan pada relnya masing-masing dengan senyum dan sinis di antara keduanya.
Ilmu pengetahuan adalah buah karya
manusia yang memiliki sifat dan makna yang sangat multi dimensi, dalam
perkembangannya selalu berintikan nilai tentang kebenaran. Hal ini di pengaruhi
oleh keberadaan manusia sebagai mahluk yang kompleks yang tidak sederhana
adanya. Manusia itu mahluk yang misteri, yang selalu menarik, tidak ada
habis-habisnya di bicarakan. Seperti aristoteles mengatakan manusia menurut
kodrat ingin mengetahui dan tidak pernah merasa puas.[5]
Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara
kritis. Etika tidak memberikan ajaran melainkan memeriksa kebiasaan, nilai,
norma, dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Dalam pandangan etika, ilmu
pengetahuan memiliki nilai-nilai ketuhanan mendasar berdasrkan kepada
kebenaran. Dalam ajaran etika dan ilmu pengetahuan secara filosofis atau
idealnya ilmu pengetahuan nilai-nilai etika, karena etika membicarakan masalah
tingkah laku dan perbuatan manusia, dalam hubungan baik buruk, yang dapat di
nilai baik dan buruk adalah sikap manusia yang menyangkut sebuah gerakan,
perbuatan dan perkataan. Dan menjadi catatan bahwa dalam ilmu pengetahuan perlu
di terapkan nilai-nilai etika sebagai roh ilmu pengetahuan, sehingga menjadi
pegangan bagi ilmu pengetahuan untuk mencapai kebenaran.
Dari
uraian di atas jelas bahwa Ilmu pengetahuan dalam ajaran etika merupakan satu
rangkaian abadi yang tidak dapat di pisahkan. Menurut Sahrawardi K.Lubis
menyatakan dalam bahasa agama etika berarti bagian dari ahlak karena ahlak bukanlah sekedar hal yang menyangkut perilaku
manusia yang bersifat bathin yang di motori oleh hati nurani. Akan lebih
sempurna, jika ilmu yang di laksanakan dengan pertimbangan etika di perkuat
dengan nilai-nilai ilmu pengetahuan. Karena kebenaran ilmu pengetahuan adalah
kebenaran ilmu yang temporal, sedangkan kebenaran agama adalah kebenaran
obsolut. Ibarat pepatah: “science without relegions blind,
relegion without science is lame, yang berarti ilmu tanpa agama akan buta
dan agama tanpa ilmu akan lumpuh.
3.Pengaruh
Ajaran Etika terhadap Ilmu Pengetahuan.
Menurut aristoteles
tujuan manusia adalah kebahagiaan, yang dapat dicapai dengan cara memandang
yang Ilahi. Namun, pemikiran filsuf tidak dapat memuaskan manusia secara
sempurna. Satu-satunya pemandangan yang memuaskan sepenuhnya adalah pemandangan
Nilai Tertinggi dan Abadi. Dalam mencapai tujuan hidup tersebut manusia selalu
di dasarkan pada akal budinya, terarah pada realitas yang terbatas, sehingga
manusia akan mencapai kepuasan apabila telah sampai nilai tertinggi yaitu
tuhan, sehingga tujuan terakhir adalah tuhan. Adapun pengaruh ajaran etika
terhadap ilmu pengetahuan adalah[6]:
1)
Adanya rasa cinta.
Rasa cinta sebagaimana menurut pendapat
Ibnu arabi adalah, asal wujud-wujud, tidak ada gerakan dalam alam kecuali
cinta. Cinta adalah perangkul dan penyambung, tidak hanya antara laki-laki dan
perempuan, tetapijuga manusia dengan alam, dan manusia dengan penciptanya. Para
filsuf mengatakan cinta adalah keinginan untuk merangkul realitas dan menguasai
jaman. Dengan cinta manusia mengerti dimensinya yang tidak terbatas, dengan
perantara wujud menyatu, tersusun dan seirama. Cinta merupakan salah satu
bentuk potensi dari etika jika di lakukan denga tulus ikhlas tanpa ada niat negative,
cinta membentuk manusia menghormati, menghargai, dan menyayangi antar manusia.
2)
Adanya pemikiran yang sistematis.
Etika adalah pemikiran yang sistematis tentang ilmu
pengetahuan, yang di hasilkan oleh secara langsung bukan kebaikan, melainkan
suatu pengertian yang mendasar dan kritis. Etika tidak dapat menggantikan agama
dan tidak bisa bertentangan dengan agama bahkan etika sangat di perlukan oleh
agama.
3)
Mencegah egoisme.
Etika sangat di butuhkan dalam kehidupan
sehari-hari, kita tidak dapat hidup tanpanya, karena etika berpikir selalu
berusa mencari mana yang benra dan mana yang salah. Menurtu Jenny Teichman “
egoisme di anggap sebagai teori mengenai kodrat manusia yakni teori yang
menyatakan bahwa setiap manusia selalu di gerakkan oleh motivasi cinta diri dan
tindakan-tindakan yang tampaknya tidak untuk cinta diri sesungguhnya merupakan
tindakan-tindakan cinta diri secara sendiri”. Dari pandangan tersebut jelas
bahwa sikap egois cendrung mencari keuntungan untuk dirinya sendiri tanpa
memikirkan kepentinagan orang kain. Egoisme adalah sifat keakuan dan tidak
mengindahkan nilai kebersamaan dan memandang rendah orang lain.
4)
Berfikir Bijaksana.
Socrates menjelaskan kebijaksanaan yaitu
sama nilainya dengan pengetahuan, karena tindakan yang bijaksana tidak mungkin
timbul dari orang yang bodoh. Karena kebijakan itu di jiwai oleh sifat wisdow,
di sebabkan karena kebajikan itu inti dari kebijaksanaan, kejujuran.
5)
Bertanggung Jawab.
Eksistensi
manusia didunia menurut aliran materealisme adalah bahwa manusia itu merupakan
hasil dari proses dan daya seperti hanya barang-barang, benda-benda. Aliran ini
merumuskan satu visi berharga yang berusaha mempertanggung jawabkansuatu
kenyataan yang tidak boleh di abaikan[7].
4. Hubungan etika dengan ilmu
pengetahuan
Tidak
jarang kita menemukan pernyataan yang mengillustrasikan erat kaitan antara ilmu
dan etika, serta signifikansi keduanya. Kemegahan seorang ilmuwan terdapat pada
keindahan etikanya. Abu Zakaritta al-anbari berkata: ilmu tanpa etika bagaikan
api tanpa kayu bakar, dan etika tanpa ilmu adalah seperti jiwa tanpa badan.
Etika adalah sebuah Ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi, etika dan ajaran moral
tidak berada di tingkat yang sama. Bagaimana bila harus hidup, bukanlah etika
melainkan ajaran moral. Ilmu dan etika sebagai suatu pengetahuan yang di
harapkan dapat meminimalkan dan menghintakan penyimpangan dan kejahatan di
kalangan masyarakat. Di samping itu, Ilmu dan etika di harapkan mampu
mengembangkan kesadaran moral di masyarakat agar dapat menjadi cendikiawan yang
memiliki moral dan ahlak yang baik/mulia.
Etika memberikan
semacam batasan maupun standar yang mengatur pergaulan manusia di dalam
kelompok sosialnya. Etika ini kemudian di rupakan ke dalam bentuk aturan
tertulis yang secara sistematik sengaja di buat berdasarkan prinsip-prinsip
moral yang ada dan pada saat di butuhkan dapat difungsikan sebagai alat untuk
menghakimi segala macam tindakan yang logika-rasional umum (common sense)
di nilai menyimpang dari kode etik. Ilmu sebagai asas moral atau etika
mempunyai kegunaan khusus yakni kegunaan universal bagi umat manusia dalam
meningkatkan martabat kemanusiaan[8].
B.
KESIMPULAN
Ilmu pengetahuan dalam ajaran etika merupakan mata rantai
yang tidak terpisahkan hal ini bermakna ilmu pengetahuan bermakna ilmu
pengetahuan mengandung nilai-nilai etika atau ethis yaitu nilai tentang baik
dan buruk atau benar dan salah tentang objek yang berada dalam ruang lingkup
manusia. Dalam ajaran etika Ilmu pengetahuan dapat di pertahankan denga etika.
Etika berfungsi sebagai rambu-rambu prilaku, sehingga pemaknaan ilmu
pengetahuan begitu indah dan damai untuk mewujudkan kesempurnaan dan
bertanggung jawab. Pengaruh etika dapat di rasakan dalam ilmu pengetahuan
dengan adanya rasa cinta, adanya pemikiran yang sistematis, mencegah egois,
berpikir bijaksana dan bertanggung jawab.
Asari Hasan, Etika Akademis Dalam Islam,
Yogyakarta: Tiara Wacana,2008.
Abdullah, M. Amin. “Relevansi Studi
agama-agama dalam millennium ketiga: Mempertimbangkan kembeli metodologi dan
filsafat keilmuan agama dalam upaaya memecahkan persoalan keagamaan kontemporer,
Jurnal Ulumul qur’an No.5/VII/97 Jakarta: Cipta Prima Budaya,1997.
Ermi Suhasti.
Pengantar Filsafat Ilmu. 2012. Yogyakarta: Prajnya Media.
Maksudin, (Pradigma Ilmu Pengetahuan
nondikotomik (persfektif filsafat ilmu) Makalah disksusi ilmiah dosen tetap
UIN sunan kalijaga Tahun ke-32,2011 Tanggal 6 januari 2012.
Suryani Any, Relegiousitas sains dalam ajaran etika dan moral, malang:Brawijaya Press,2010.
Surajiyo, Ilmu filsafat suatu pengantar, Jakarta:
Bumi aksara,2005.
Sutoyo DKK, Religiusitas
Sains, Meretas jalan menuju peradaban zaman,Malang: Brawijaya Press,2010.
[1] Suryani Any, Relegiousitas sains dalam
ajaran etika dan moral, malang:Brawijaya
Press,2010,hal.240.
[2] Maksudin, (Pradigma Ilmu Pengetahuan
nondikotomik (persfektif filsafat ilmu) Makalah disksusi ilmiah dosen tetap UIN
sunan kalijaga Tahun ke-32,2011 Tanggal 6 januari 2012.
[3]
Abdullah, M. Amin. “Relevansi Studi agama-agama dalam millennium ketiga:
Mempertimbangkan kembeli metodologi dan filsafat keilmuan agama dalam upaaya
memecahkan persoalan keagamaan kontemporer, Jurnal Ulumul qur’an No.5/VII/97
Jakarta: Cipta Prima Budaya,1997.
[4] Ermi
Suhasti. Pengantar Filsafat Ilmu.
2012. (Yogyakarta: Prajnya Media) hal. 97 s.d 98
[5] Surajiyo,
Ilmu filsafat suatu pengantar, Jakarta: Bumi aksara,2005.
[6] Sutoyo DKK, Religiusitas Sains,
Meretas jalan menuju peradaban zaman,Malang: Brawijaya Press,2010,Hal 247.
[7]
Suryani Any, Relegiousitas sains
dalam ajaran etika dan moral,
malang:Brawijaya Press,2010,hal.240.
[8]
Asari Hasan, Etika Akademis Dalam Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana,2008.
Hal.1-5.
tkb referensinya...
BalasHapusMakasih
BalasHapus