Jumat, 14 Oktober 2011

PENINJAUAN TENTANG SIFAT HAKIKAT NEGARA



    PENINJAUAN TENTANG SIFAT HAKIKAT NEGARA
  1. Peninjauan Sosiologis
a.       Pandangan Socrates
Semua manusia menginginkan kehidupan aman,tenteram,dan lepas dari gangguan yang memusnahkan harkat manusia. Kala itu,orang-orang yang mendambakan ketenteraman menuju bukit dan membangun benteng,serta mereka berkumpul disana menjadi kelompok. Kelompok inilah yang oleh Socrates dinamakan polis (satu kota saja).Organisasi yang mengatur  hubungan antara orang –orang yang ada di dalam polis itu tidak hanya mempersoalkan organisasinya saja,tapi juga tentang kepribadian orang-orang di sekitarnya. Socrates menganggap polis identik dengan masyarakat,dan masyarakat identik dengan Negara. (Abu Daud Busroh,2001:20-21).
b.      Pandangan Plato
Plato adalah murid dari Socrates. Ia banyak menulis buku,diantaranya yang terpenting adalah “Politeia” atau Negara, “Politicos” atau ahli negara, dan  “nomoi” atau undang-undang. Paham plato mengenai Negara adalah keinginan kerjasama antara manusia untuk memenuhi kepentingan mereka.Kesatuan mereka inilah kemudian disebut masyarakat,dan masyarakat itu adalah negara. Terdapat persamaan antara sifat-sifat manusia dan sifat-sifat Negara.(Abu Daud Busroh,2001:21).
c.       Pandangan Aristoteles
Menurut Aristoteles, negara itu adalah gabungan keluarga sehingga menjadi kelompok yang besar. Kebahagiaan dalam negara akan tercapai bila terciptanya kebahagiaan individu (perseorangan). Sebaliknya,bila manusia ingin bahagia,dia harus bernegara,karena manusia saling membutuhkan  satu dengan yang lainnya dalam kepentingan hidupnya. Manusia tidak dapat lepas dari kesatuannya. Kesatuan manusia itu adalah negara. negara menyelenggarakan kemakmuran warganya. Oleh karena itu ,negara sebagai alat agar  kelompok manusia bertingkah laku mengikuti tata tertib yang baik dalam masyarakat. Dengan demikian ,negara sekaligus merupakan organisasi kekuasaan.(Abu Daud Busroh,2001:22).
d.      Pandangan Kranenburg dan Rudolf Smend
Yang dipersoalkan dalam peninjauan sosiologis ini adalah bagaimana kelompok manusia sebelum terjadinya negara. Karena kelompok itu perlu diatur,maka dibentuklah organisasi sebagai alat untuk mengatur kelompok tersebut,yaitu organisasi negara. Agar alat itu dapat bermanfaat, maka alat itu harus mempunyai kekuasaan/kewibawaan. Dengan demikian,maka muncul sifat hakikat negara adalah: 
·         Dwang organisatie;atau
·         Zwang ordnung;atau
·         Coercion instrument
 Jadi, Negara dalam hal ini semata-mata sebagai alat yang dapat memaksakan manusia-manusia dalam kelompok itu tunduk pada kekuasaannya,agar berlaku tata tertib yang baik dalam masyarakat.(Max Boli Sabon,1994:70-71).
Yang memiliki kekuasaan/kewibawaan ini pertama-tama dilihat dalam masyarakat keluarga, maka seorang ayah muncul sebagai yang mempunyai kekuasaan itu. Kemudian masyarakat itu menjadi makin besar yang disebut negara,kekuasaan demikian masih tetap terbawa oleh pemimpin Negara itu (from the family to state).perkembangan lebih lanjut,ternyata bahwa tidak semua kelompok masyarakat terjadi dengan sendirinya seperti masyarakat keluarga itu,melainkan ada pula kelompok masyarakat yang sengaja dibuat. Kelompok masyarakat itu sengaja dibuat,karena orang-orang yang berkelompok itu merasa dirinya senasib, sekeinginan, sekemauan , dan setujuan. untuk itu, Kranenburg mencoba mengadakan sistem pengelompokan manusia di dalam masyarakat berdasarkan dua ukuran,yaitu:
i.        Apakah perkelompokan itu ada disuatu tempat tertentu atau tidak
ii.      Apakah kelompok itu teratur atau tidak.
Dari dua unsur tersebut, diperoleh empat macam kelompok masyarakat sebagai berikut: 
i.        Kelompok yang ada di satu tempat tertentu dan teratur, contohnya, kelompok orang-orang dalam ruang kuliah, atau kelompok orang-orang yang menonton bioskop.
ii.      Kelompok yang ada disatu tempat tertentu,namun tidak teratur,misalnya,massa dalam demonstrasi liar
iii.    Kelompok yang tidak setempat dan tidak teratur;misalnya,kelompok tukang jual kacang rebus,kelompok penjaja Koran.
iv.    Kelompok yang tidak setempat tetapi teratur;kelompok inilah yang disebut Negara,oleh Kranenburg, karena kelompok ini terbentuk bukan karena kesamaan tempat, melainkan  membentuk kelompok yang teratur.
   Usaha mereka untuk mengadakan pengelompokan karena adanya rasa bersatu yang erat di samping mereka menghadapi bahaya bersama. Jadi yang penting menurut Kranenburg adalah pengelompokan itu terjadi atas dasar bahaya bersamaan tujuan kelompok itu adalah mengatur diri mereka sendiri. dengan peraturan yang dibuat.sebaliknya dari segi individu,timbul keinginan untuk menaati peraturan-peraturan yang dibuat (adanya ikatan keinginan). Ikatan keinginan itu lalu menjelma dalam ikatan kemauan bersama, yang terkenal dengan istilahwillenverhaltnis,baru kemudian secara logis timbul suatu tujuan bersama. Kesatuan akan tujuan bersama disebut teleologische einheit.Setelah adanya ikatan kemauan baru timbul soal penguasaan,yaitu persoalan siapa yang menguasai dan siapa yang dikuasai. Yang memegang kekuasaan adalah ikatan penguasa atau yang disebut dengan istilah Herrschaftsverhaltnis. Ikatan penguasa dilihat dari adanya kekuatan yang mengharuskan ditaatinya peraturan dalam Negara tersebut. Peninjauan sosiologis yang menimbulkan taraf demi taraf sampai timbulnya hubungan antara yang menguasai dan yang dikuasai inilah merupakan suatu peninjauan ilmiah yang sistematis.
Sebagai spesifikasi dari peninjauan sosiologis ini adalah peninjauan politis. Menurut Rudolf Smend,fungsi dari Negara yang terpenting ialah untuk integrasi (mempersatukan). Kerangka berfikir Rudolf Smend adalah Negara sebagai ikatan keinginan yang diusahakan agar selalu tetap (statis), dengan cara mengadakan faktor-faktor integrasi tersebut. Ikatan keinginan dikatakan sebagai faktor integrasi, karena jika ikatan keinginan itu lepas dari Negara, maka Negara menjadi tidak ada (lenyap) dan menimbulkan separatisme. Oleh karena Rudolf Smend mengatakan bahwa tugas Negara yang terpenting adalah integrasi, maka peninjauannya bersifat politis.
e.       Pandangan Heller dan Logemann
Berbeda dengan pendapat Kranenburg, Heller dan Logemann menyatakan, bahwa yang terlihat adalah bukan Negara sebagai suatu kesatuan bangsa,melainkan kewibawaan atau kekuasaan tertinggi ada pada siapa atau berlakunya untuk siapa.
Logemann mengatakan bahwa Negara itu pada hakikatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang kemudian disebut bangsa. Jadi, pertama-tama Negara itu adalah suatu organisasi kekuasaan, dalam mana terkandung pengertian dapat memeksakan kehendaknya kepada semua orang yang diliputi oleh organisasi ini. Maka, Logemann berpendapat bahwa yang primer itu adalah organisasi kekuasaannya, yaitu Negara. sedangkan kelompok manusianya adalah sekunder.
Heller juga mengatakan bahwa teori Kranenburg itu tidak benar karena jika dalam Negara jajahan maka antara yang menguasai dengan yang dikuasai tidak meupakan satu kesatuan bangsa. Demikian pila, seperti di Commenwealth Inggris.
f.       Pandangan Openheimer dan Gumplowicks
Bertolak dari herrschaftsverhaltnis, mereks berpendapat bahwa suatu Negara itu ada karena penaklukan kelompok yang satu dengan yang lain. Jadi, sifat hakikat Negara adalah organisasi yang melaklukan kelompok-kelompok lain.
g.      Pandangan Leon Duguit
Sebagaimana pandangan-pandangan sebelumnya yang bertolak dariherrschaftsverhaltnis, demikian pula Leon Duguit, namun dengan versi yang berbeda. Leon Duguit mengatakan, bahwa sifat hakikat Negara adalah oarganisasi dari orang-orang yang kuat untuk melaksanakan kehendaknya terhadap orang-orang yang lemah.
h.      Pandangan Harold J. Laski
Dengan adanya herrschaftsverhaltnis berarti adanya kekuasaan tertentu, yang biasanya disebut adanya suatu kedaulatan tertentu. Laski berpendapat, bahwa akibat perkembangan peradaban manusia, maka banyak kelompok masyarakat yang terbentuk karena kesadaran akan bahaya bersama. Kelompok-kelompok itu memiliki kedaulatannya sendiri dalam bidannya sendiri pula (misalnya perkumpulan/ organisasi mahasiswa, pemuda, sepakbola). Jika dibandingkan dengan Negara, maka organisasi Negara memiliki kedaulatan tertinggi (top organisatie). Pandangan ini disebut pliralistis karena mengakui kedaulatan ditiap kelompok organisasi, atau istilah lainnya polyaarchisme. Harold J, Laski adalah salah seorang tokohnya. Kedaulatan dalam organisasi yang bukan Negara ini yang bukan Negara ini yang kemudian oleh serjana-serjana belanda disebut souverinitet in eigen kring atau subsidiariteits beginsel, misalnya gereja-gereja yang mempunyai kedaulatan sendiri.
 

  1. Peninjauan Yuridis
Dalam peninjauan yuridis ini, ada tiga pokok persoalan dalam masyarakat yang perlu diketahui sebelumnya, yaitu:
a.       Rechts objek;
b.      Rechts subjek;
c.       Rechts verhaltnis;
Akan tetapi secara sistematis pembicaraan di mulai dengan Rechts subjek, yaitu mengenai siapa yang menjadi sujek dalam hukum, artinya yang mempunyai hak dan kewajiban. Rechts subjek yang satu mengadakan hubungan hukum dengan Rechts subjek yang lain. Hubungan ini disebut Rechts objek.
a.       Negara sebagai Rechts Objek
Negara sebagai Rechts objek berarti Negara dipandang sebagai objek dari orang untuk bertindak. Teori ini dengan sendirinya memandang Negara sebagai alat dari manusia tertentu untuk melaksanakan kekuasaannya. Oleh karena itu, manusia tertentu itu mempunyai status lebih tinggi dari Negara sebagai objek tadi.
Teori-teori ini ini dijumpai dalam abad pertengahan, dimana panglima, raja, dan tuan-tuan tanah sebagai Rechts subjek, dan Negara hanyalah Rechts objek, yaitu alat untuk menguasai orang yang ada di atas tanah. Jadi, status Negara lebih rendah daripada orang-orang tertentu tersebut. Negara ini terjadi karena tuan tanah tidak dapat mengawasi tanahnya yang begitu luas sehingga diangkatlah panglima, dengan memberikan tanah sebagai hadia. Selain tuan tanah mempunyai hak atas tanah, dia mempunyai hak untuk memungut pajak terhadap orang yang berada diatas tanah tersebut, mempekerjakan orang yang tinggal disitu, dan menghukum orang-orang yang tidak patuh pada peraturan yang dibuatnya. Agar orang tersebut dapat tunduk pada kekuasaan tuan tanah dan panglima itu, lau dibentuklah Negara. Maka Negara sebagai alat dari tuan tanah dan panglima tersebut.

b.      Negara sebagai Rechts verhaltnis
Pandangan pertama mengenai Negara sebagai alat, sedangkan yang kedua ini mengenai Negara sebagai hasil perjanjian. Setelah ada perjanjian masyarakat, lalu timbul ikatan (verhaltnis) dan ikatan inilah yang dinamakan Negara itu.
Dalam setiap perjanjian, termasuk ajaran Rousseau mengenai pejanjian pembentuk Negara, terjadilah pertemuan pentingan. Pandangan dualism pada abad pertengahan mengatakan bahwa para petani, pedagang, tukang, dan lainnya selaku warga masyarakat yang tidak dapat menjamin keselamatannya, maka mereka memerlukan perlindungan dengan mengadakan kontrak dengan penguasa sebagai orang sekotanya. Dalam hal ini terdapat dua kepentingan yang berbeda, yang satu pihak menghendaki jaminan keselamatan, sedangkan pihak lain menghendaki uang (berupa pajak). Ini perjanjian yang timbale balik atau disebut verdrag.
Sisi lain dari teori Rousseau, dimana melihat rakyat mempunyai keinginan yang satu, kemudian bersama-sama berjanji membentuk Negara, atau biasa disebut gesamtakt (suatu tindak hukum  bersama).
Baik verdrag maupun gesamtakt, sama-sama membentuk verhaltnis. Maka, sifat hakikat Negara jika dipandang sebagai Rechts verhaltnis, Negara adalah perjanjian yang merupakan tampat pertemuan kepentingan. Meskipun demikian, kontruksi tentang sifat hakikat Negara berdasarkan verhaltnis ini ada dua macam, yaitu:
i.        Pertemuan yang timbale balik (verdrag); dan
ii.      Pertemuan kepentingan yang sama (tidak timbal balik) atau gesamtakt.




c.       Negara sebagai Rechts subjek
Pandangan Negara sebagai Rechts subjek berarti Negara sebagai pembuat hukum. Oleh karena Negara merupakan organisasi kekuasaan, maka Negara juga dipandang sama dengan organisasi lainnya yang dipandang sebagai orang atau persoon atau subjek hukum  (Rechts persoon) sebagai Rechts persoon, Negara juga mempunyai hak dan kewajiban, termasuk hak untuk membuat hukum, dan kewajiban untuk melaksanakan hukum sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, sifat hakikat Negara jika di pandang dari sudut Rechts subjek, maka Negara adalah Rechts persoon.

  1. Penggolongan Lain
Selain peninjauan sifat hakikat Negara menurut penggolongan sosiologis dan yuridis, masih diketehui pula ada penggolongan lain yang meggolongkan dengan cara:
a.       Subyektif dan Obyektif
1.      Subyektif
Dari pandangan subyektif maka dapatlah dikenal sifat hakikat Negara yang selaraskan dengan pandangan Negara sebagai suatu gejala tertentu di dunia.
2.      Obyektif
Dari sudut obyektif, Negara dapatlah digolongkan sebagai berikut:
1)      Negara sebagai kenyataan (tatsche);
2)      Negara sebagai keadaan (zustand);
3)      Negara disamakan dengan sslah satu unsur:
-          Volk ;
-          Penguasa
4)      Negara sebagai organisme.



b.      Formil dan Materil
1.      Formil
Negara dalam arti formil, dimaksudkan bahwa Negara ditinjau dari aspek kekuasaan, Negara sebagai organisasi kekuasaan dengan suatu pemerintahan pusat. Pemerintah menjelmakan aspek formil dari Negara. Karakteristik dari Negara formil adalah wewenang pemerintah untuk menjalankan pakasaan fisik secara legal. Negara dalam arti formil adalah Negara sebagai pemerintah (staat-overheid).
2.      Materil
Negara dalam arti materil, dimaksudkan bahwa Negara sebagai masyarakat (staat-gamenschap), Negara sebagai persekutuan hidup.
[i]Bahan-Refrensi makalah ini:


[i] Sejarah dan Teori pemikiran dari zaman Klasik dan Modern, Bab.4 Teori Negara Hal 200-350
Negara dan Agama
Ilmu Negara
Pengantar Ilmu Hukum
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Baca Desertasi Hakikat Masyarakat dalam sebuah Negara.
Demokrasi pancasila.
Pendidikan Pancasila/.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar