Minggu, 09 Maret 2014

Suara Negatif Diri


Suara Negatif Diri

Suara Negatif Diri

Kristi Poerwandari ;   Kolumnis “Konsultasi Psikologi” Kompas
KOMPAS,  09 Maret 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                                                                             
Kasus tewasnya empat orang di Pekalongan dan Cirebon yang diduga kuat merupakan kasus bunuh diri memunculkan tanda tanya besar: Mengapa? Mengapa sampai empat orang dalam satu keluarga bunuh diri pada saat relatif bersamaan? Bagaimana mencegahnya?
Maris, Berman, dan Silverman menulis buku Comprehensive Textbook of Suicidology (2000) yang menyadarkan saya betapa persoalan bunuh diri merupakan persoalan kompleks. Mungkin ada persoalan biologis, sakit fisik, penyalahgunaan obat, kegagalan ekonomi, jender dan seksualitas, masalah psikiatris dan psikologis, hingga ke relasi sosial.
Mereka mengulas bahwa karakteristik yang terbangun dalam keluarga dapat menguatkan kecenderungan bunuh diri. Sastrawan Ernest Hemingway, yang bunuh diri, misalnya, dikelilingi oleh anggota keluarga yang bunuh diri juga, meski waktunya tidak bersamaan. Ernest Hemingway punya ayah yang bunuh diri, saudara kandung laki-laki dan saudara kandung perempuan yang bunuh diri, dan cucu (Margaux Hemingway: aktris dan model) yang juga bunuh diri.
Peristiwa hidup menekan
Dalam psikologi dan psikiatri dikenal negative life events atau stressful life events yang dapat memunculkan perasaan tertekan yang sangat besar pada individu atau keluarga. Yang harusnya menimbulkan kegembiraan pun dapat menjadi sumber stres, misalnya perkawinan (bagaimana saya harus berhadapan dengan calon mertua? Bagaimana mencari uang untuk pesta?), kehamilan (belum siap, tidak ada dukungan pasangan, memikirkan biaya melahirkan), bahkan libur panjang (satu bulan libur harus melakukan apa? terbayang kebosanan yang akan dirasakan).
Sulit dipercaya, tetapi nyata, kadang keberhasilan personal yang sangat luar biasa dapat menjadi sumber stres yang besar pula. Entah mengapa, mungkin itu sangat mengagetkan bagi si individu atau ia pada dasarnya orang yang memiliki gambaran diri sangat rendah sehingga khawatir keberhasilannya akan menjadi sumber penolakan dari orang-orang lain yang iri? Atau ia cemas yang dicapainya itu merupakan suatu penilaian yang keliru, yang malah pada akhirnya akan mempermalukan dia? Penerima Hadiah Nobel Fisika, Percy Bridgeman, menembak dirinya sendiri beberapa tahun setelah ia menerima penghargaan amat bergengsi itu, mungkin terkait persoalan kerja berpadu dengan frustrasinya akibat penyakit.
Apabila dilihat dari peristiwa negatif, ada banyak yang dapat memunculkan tekanan, mulai dari kematian pasangan, perceraian, persoalan dengan tetangga atau besan, hingga pindah ke tempat tinggal baru. Persoalan terkait keuangan atau pekerjaan masuk di dalamnya, misalnya dipecat, pensiun, penyesuaian bisnis, perubahan kondisi keuangan, pindah garis atau tanggung jawab kerja, terlibat utang, hingga kesulitan dengan atasan atau majikan. Pada kasus Pekalongan-Cirebon, terus-menerus disebut soal ’persoalan keuangan’ dalam bisnis yang digeluti keluarga.
Bagaimanapun, kita akan bertanya lagi: bukankah banyak sekali orang yang harus menghadapi peristiwa negatif dalam hidupnya, tetapi tidak mencoba bunuh diri?
Suara diri buruk
Dari sisi yang murni psikologi, mungkin kita dapat belajar dari Firestone, seorang psikolog klinis, yang menulis buku Suicide and the Inner Voice (1997) berdasarkan praktik klinisnya dengan kasus-kasus bunuh diri dan melukai diri serta klien-klien yang mencoba bunuh diri, tetapi gagal.
Ia terenyak, karena banyak kliennya bercerita mengenai ”suara buruk dalam diri”, yang awalnya bicara mengenai diri yang ”jelek”, ”bodoh”, ”tidak berguna”, hingga ke suara ”untuk apa melanjutkan hidup?” atau ”lebih baik mati saja”, hingga ke suara-suara yang sangat destruktif dalam diri yang menyuruh individu untuk mengakhiri hidup saja, lengkap dengan cara-cara yang dapat diambil untuk mengakhiri hidup. Misalnya ”masalah akan selesai kalau kamu mati. Gampang, kok, kamu minum obat saja, kan, tidak sakit”.
Tentu kadang kita punya suara diri buruk, misalnya ketika gagal ujian lalu dengan kesal memarahi diri sendiri ”dasar bodoh”. Atau dalam situasi yang dirasa tanpa harapan, tidak jarang kita berharap ”Ya, Tuhan, aku lelah. Seandainya saja aku boleh pulang sekarang”. Suara diri buruk dan keinginan ”untuk pulang” itu berbeda dan tampaknya masih manusiawi. Bukan suara diri buruk yang terus-menerus meneror diri, bukan pula suatu keinginan bunuh diri, apalagi dengan perencanaan saksama.
Firestone terenyak, karena ia ingat di masa kecil ia pun pernah punya suara-suara diri buruk itu dan dikenangnya, bahwa itu banyak berkembang akibat pola asuh dan pola relasi dalam keluarga. Ia menemukan hal yang sama dari para pasiennya. Penilaian negatif, makian, ketidakpercayaan, dan penghukuman dapat menjadi sajian sehari-hari dalam keluarga, mungkin didengar anak dari perlakuan orangtuanya terhadap satu sama lain, atau didengar anak mengenai dirinya sendiri.
Bayangkan apabila anak setiap hari mendengar makian ”bodoh, goblok, tidak berguna, tidak bisa dipercaya, menyusahkan orangtua, tidak bisa jadi contoh untuk adik-adik, hanya menghabiskan uang, lebih baik kamu tidak usah lahir saja, lebih baik kamu mati”. Yang masuk dalam memorinya ketika menghadapi persoalan adalah cara-cara penyelesaian masalah secara negatif, yakni memaki dan menilai diri negatif karena ia tidak mengenal contoh yang positif.
Bunuh diri merupakan persoalan sangat kompleks. Bagaimanapun, pada akhirnya, meski mungkin ada banyak faktor lain, suasana emosi dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana individu dan anak akan berkembang, memahami persoalan, dan menangani masalahnya. Karena itu, penting untuk memilih pasangan hidup dan menjadi orangtua yang dapat memberikan kenyamanan dan dukungan terhadap berkembangnya suara yang positif pada diri, anak, dan seluruh keluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar