Media Berubah-ubah, Jurnalisme Abadi
S Sahala Tua Saragih ; Dosen
Prodi Jurnalistik Fikom Unpad
MEDIA
INDONESIA, 08 Februari 2014
“Konvergensi media melahirkan ‘jurnalisme mutilasi’,
dari yang holistis menjadi terpotong- potong. Teknik pelaporan dan penyajian
berita yang sangat fragmentaris ini tentu berpengaruh terhadap khalayak, baik
positif maupun negatif.”
TEKNOLOGI, termasuk teknologi
informasi dan komunikasi (TIK), dari masa ke masa selalu berubahubah. Semula
geraknya evolusioner, tapi lama-lama berubah secara re volusioner. Berbagai
inovasi TIK, umum nya penemuan orang-orang hebat di Amerika Serikat, telah
mengubah wajah media massa di dunia, termasuk Indonesia. Kini kita mengenal
berbagai jenis media massa, mulai dari cetak (koran, majalah, dan tabloid),
elektronik (radio dan televisi), hingga online (dalam jaringan/daring).
Memang, ada yang menuduh media daring telah mematikan banyak media massa
cetak besar dan terkenal yang telah berusia puluhan bahkan lebih dari 100
tahun. Lihat saja fakta itu di Ame rika Serikat dan Eropa Barat.
Akan tetapi, banyak ahli yang
berpendapat penyebab utama kematian mereka bukanlah media massa da ring,
melainkan krisis ekonomi yang sangat parah dan kronis di negara-negara
industri yang sangat maju tersebut. Fakta juga membuktikan, di negara mana
pun kini media massa cetak masih tetap hidup. Bahkan di negara-negara Asia
yang sangat maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan China masih tetap hidup
subur.
Kehadiran TIK canggih (dalam hal
ini internet) juga melahirkan berbagai media sosial, blog, jurnalisme warga,
dan lain-lain. Peran media sosial (terutama Facebook dan Twitter) begitu luar
biasa. Penerapan TIK canggih dalam semua jenis media massa niscaya
berpengaruh besar dan langsung, baik terhadap para pengusaha, pengelola, dan
pekerja media massa maupun khalayak media massa yang sangat heterogen.
Pengaruh
teknologi
Jauh sebelum orang-orang hebat di
Barat sana menciptakan internet dan telepon seluler, Marshall McLuhan, ahli
komunikasi dari Kanada, telah menyatakan besarnya pengaruh teknologi,
termasuk teknologi yang diterapkan dalam media massa, terhadap kehidupan umat
manusia. Dalam bukunya, Understanding
Media (1964), McLuhan mengemukakan dampak sosial yang dihasilkan oleh
bentuk-bentuk komunikasi utama yang menggunakan media (jam dinding, televisi,
radio, film, telepon, dan lain-lain). Dia berpendapat teknologi yang
menggunakan media membentuk perasaan, pikiran, dan tindakan orang. Dia pun
menegaskan bahwa manusia memiliki hubungan yang simbiotis dengan teknologi
yang memakai media. Manusia menciptakan teknologi, dan sebagai gantinya,
teknologi menciptakan kembali diri manusia.
Menurut McLuhan, media elektronik
telah mengubah masyarakat secara radikal. Masyarakat sangat bergantung kepada
teknologi yang menggunakan media. Ketertiban sosial suatu masyarakat
didasarkan pada kemampuannya menghadapi teknologi tersebut. Media secara umum
bertindak langsung untuk membentuk dan mengorganisasikan sebuah budaya.
Inilah yang kemudian terkenal dengan sebutan Teori Ekologi Media ciptaan asli Marshall McLuhan.
Teori Ekologi Media memiliki tiga
asumsi sebagai berikut. Pertama, media melingkupi setiap tindakan di dalam
masyarakat. Kita tidak dapat menghindari atau melarikan diri dari media,
terutama bila kita menganut interpretasi McLuhan yang luas tentang apa yang
menyusun sebuah media.
Dia menyatakan media dalam arti
luas selalu hadir dalam kehidupan umat manusia. Media mentransformasi
masyarakat baik melalui permainan yang kita mainkan, radio, maupun televisi.
Pada saat yang bersamaan media bergantung pada masyarakat untuk pertukaran
dan evolusi. Kedua, media memperbaiki persepsi kita dan mengorganisasikan
pengalaman kita. Manusia secara langsung dipengaruhi media. McLuhan
menyatakan media cukup kuat di dalam pandangan kita mengenai dunia.
Ketiga, media menyatukan seluruh
dunia. McLuhan memakai istilah global
village (desa sejagat) untuk mendeskripsikan bagaimana media mengikat
dunia menjadi sebuah sistem politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang besar.
Dia yakin media mampu mengorganisasikan masyarakat secara sosial. Media
elektronik secara khusus memiliki kemampuan untuk menjembatani budaya-budaya
yang tidak akan pernah berkomunikasi sebelum adanya koneksi ini. Dampak desa
sejagat ini ialah kemampuan kita menerima informasi secara langsung.
Akibatnya, kita harus mulai
tertarik dengan peristiwa sejagat alihalih berfokus hanya pada komunitas kita
sendiri. Dia mengamati bahwa bola dunia tidak lebih dari sebuah desa. Kita
harus merasa bertanggung jawab terhadap orang lain. Orang lain sekarang
terlibat di dalam kehidupan kita, sebagaimana kita juga terlibat dalam
kehidupan mereka. Ini berkat kehadiran media elektronik, termasuk kini media
daring dan media sosial.
Jurnalisme
abadi
Sejak internet merambah media
massa dengan sangat intensif di Tanah Air menjelang abad ke-20 berakhir,
irama kerja para wartawan pun berubah dengan cepat. Kehadiran internet atau
TIK mutakhir telah melahirkan istilah konvergensi (penyatuan) media. Dalam
sebuah industri media massa terdapat media massa cetak, elektronik, dan
daring. Tiga jenis media massa yang berbeda usia sangat jauh itu dipadukan
dalam sebuah ruang redaksi. Para wartawan di lapangan dan di ruang redaksi
pun harus menyesuaikan diri dengan penerapan konvergensi media tersebut.
Para wartawan koran harian,
misalnya, harus sesegera mungkin mengirim laporan singkat ke media massa
daring, radio, dan televisi milik perusahaan tempat ia bekerja. Padahal,
setiap jenis media massa memiliki bahasa dan gaya jurnalisme khas
masing-masing. Meskipun sebuah acara konferensi pers, misalnya, baru dimulai,
dia sudah harus mengirimkan laporan singkat. Atas nama aktualitas atau
kecepatan (mungkin lebih tepat disebut atas nama persaingan antarperusahaan
media) dia harus mengalihkan fokus pancaindra atau perhatiannya.
Dari cara bekerja wartawan yang
sangat tergesa-gesa dalam konteks konvergensi media tersebut, lahirlah istilah
‘jurnalisme mutilasi’. Dahulu dia melaporkan berita secara utuh, kini
dilakukan secara periodik, misalnya sekali 30 menit atau 45 menit.
Tentu saja teknik pelaporan dan
penyajian berita yang sangat fragmentaris ini berpengaruh terhadap khalayak.
Efeknya positif bila khalayak mau dan sempat mengikuti laporan berkali-kali
wartawan itu hingga tuntas (utuh), sedangkan efek negatifnya bila khalayak
menyimak hanya sebagian dan langsung bertindak, atau mengambil keputusan yang
sangat penting. Ternyata kemudian terbukti bahwa keputusan atau tindakan
konkret khalayak itu salah karena berita yang mereka jadikan rujukan baru
sepotong peristiwa.
Melalui media ini kita sangat
mengharapkan agar segenap wartawan di Tanah Air tetap menjunjung tinggi
profesionalisme. Prinsip-prinsip jurnalisme tidak boleh dipinggirkan oleh
aktualitas atau kecepatan pemberitaan suatu peristiwa, atau untuk memenangi
persaingan.
Prinsip pofesionalitas harus
dipegang teguh oleh segenap wartawan; media massa boleh terus berubah-ubah
wujud (akibat inovasi dan revolusi TIK), tetapi prinsip-prinsip jurnalisme
abadi. Selamat Hari Pers. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar