Membina Pribumi Sumbar (1)
Mochtar Naim ; Sosiolog
HALUAN,
08 Februari 2014
Umpan terakhir yang diberikan
oleh Walikota Padang Fauzi Bahar sebelum mengakhiri kariernya sebagai
walikota dan sekaligus untuk menutupi diri dari kegagalannya dalam memasukkan
para konglomerat non-pri untuk membangun ekonomi liberal-kapitalistik-pasar
bebas di Kota Padang, ternyata telah membuat para intelektual Sumbar di ranah
maupun di rantau gelagapan.
Dengan akhirnya sebagai taktik
menerima penolakan dari kelompok ormas Islam dalam membangun RS Siloam dan
Sekolah Internasional Pelita Harapan, dengan itu Fauzi Bahar lalu
menyorongkan desakannya agar dua proyek yang lainnya yang berorientasi bisnis
ekonomi dan tak segera bisa dirasakan sebagai upaya kristenisasi dan
pemurtadan di belakangnya, yaitu pembangunan Lippo Supermall dan Hotel
Aryaduta di lokasi yang telah ditetapkan itu, diterima.
Dengan itu pula Fauzi Bahar
bisa menyelamatkan angpao, suap ataupun gratifikasi yang dijanjikan oleh
kelompok Lippo Group di bawah arahan pemiliknya James T Riyadi yang kental
dengan upaya evangelisme melalui jalur bisnis dan sosial-budaya itu. Dan
bukankah, kecuali PKS, praktis semua partai-partai yang ada di DPRD Kota
Padang, termasuk juga Ketua DPD RI (IG), Gubernur Sumbar (IP), serta
sejumlah tokoh eksekutif dan legislatif lainnya, telah juga merestuinya.
Sebagai catatan, saya menduga
bahwa FB telah atau akan menerima angpao, suap atau gratifikasi itu, bukan
saja karena itu sudah merupakan kebiasaan dari budaya bisnis non-pri dalam
memberikan angpao itu, di manapun, juga FB sendiri tidak pernah menangkis
Surat Terbuka saya yang kesekian kalinya yang saya menyarankan agar FB dan
yang lain yang menerimanya segera bertaubat dan menyatakan penyesalannya
dengan cara bersumpah secara agama di hadapan para ulama dan tokoh ormas
Islam lain-lainnya, jika dia dan mereka memang menerimanya. Tapi jika tidak,
kemukakanlah secara jujur dan apa adanya itu. Yang jelas, sejumlah ormas yang
mendapatkan gratifikasi itu, secara terbuka telah menyatakan menerimanya,
lalu mengembalikannya, kecuali satu-dua.
FB bagaimanapun tetap akan
terbentur dengan sikap tokoh-tokoh ormas Islam yang konsisten dengan sikap
mereka bahwa penolakan mereka tidak pilih-pilih hanya karena RS Siloam dan
Sekolah Pelita Harapan semata, tapi semua keempatnya itu — karena
evangelisme dan upaya kristenisasi dan pemurtadan dari James T Riyadi dan
kelompok LG-nya juga tidak pilih-pilih. Dengan sikap yang tegar dan konsisten
dari ormas-ormas Islam itu maka FB akan juga kelabakan karena FB sendiri
tinggal menunggu hari untuk lengser dari jabatannya. Sejauh ini belum ada
pihak ormas Islam yang berani menggugat FB dengan kecenderungan FB menerima
angpao, suap atau gratifikasi itu. Tapi semua merasakan, tidak mungkin FB
tidak menerimanya dengan juga mengingat bahwa bagi FB, seperti kebanyakan
atau hampir semua dari pejabat penguasa-pengusaha negara di mana-mana di
Indonesia ini sudah biasa bergelimang dengan itu, khususnya sejak Orde Baru
ke mari ini di mana para pejabat negara yang sedang berkuasa lebih suka
memberikan prioritas utama untuk melakukan bidang usaha ekonomi kepada para
konglomerat non-pri dengan mengharapkan angpao, suap atau gratifikasi
itu. Kalau tidak mana mungkin dalam waktu sesingkat itu hampir semua
dari jalur ekonomi di tingkat nasional maupun internasional di Nusantara ini
dikuasai oleh kelompok konglomerat non-pri itu dengan juga bekerja sama dengan
kelompok kapitalis multi-nasional di berbagai bidang kegiatan ekonomi di
Indonesia ini.
Jika tidak dipintasi dari sekarang,
maka untuk ukuran Padang dan Sumbar secara keseluruhan, LG Affair
itu hanya sebuah kasus awal, yang ke depan akan bermacam rayuan dan godaan
akan dihadapi, khususnya dari kelompok konglomerat non-pri yang sudah berkuku
dan nyaris telah menguasai seluruh jaringan ekonomi dan bisnis-industri
di Indonesia ini, baik di darat, dari hulu sampai ke muara, di laut dan di
udara di persada Nusantara ini, seperti yang telah mereka lakukan di
Filipina dan nyaris seluruh negara-negaraAsean di Asia Tenggara ini. Di
Indonesia sendiri kebetulan karena kentalnya Islam di bumi Minangkabu yang
berasaskan ABS-SBK ini beserta Aceh dan satu-dua lainnya, Sumbar termasuk
yang terakhir yang mereka masuki. Tapi mereka sudah punya target dan
kiat-kiat pelaksanaannya untuk dekade-dekade ke depan, bagaimana dalam masa
yang tidak terlalu lama evangelisme dan pemurtadan ummat Islam di bumi Minang
ini akan terjadi dan menargetkan, separuh dari ummat Islam di Sumbar dan
Minangkabau ini akan berpindah agama menjadi Kristen. Sekarang saja sudah ada
sekian orang Minang yang telah berpindah agama dan sekian pendeta Minang
dengan gereja sendiri, di Jakarta, seperti yang luas diberitakan di media
pers itu.
Dengan niat dan rencana yang
sejelas itu dari saudara kita sewarga-negara, yang pri maupun yang non-pri,
tapi berlainan agama, hendak mengubah kiblat agama orang Minang yang selama
ini belum berhasil mereka lakukan, rasanya sekarang, sebaliknya, adalah
waktunya kita suku Minang ini, baik yang di ranah maupun yang di rantau,
untuk menyatakan: No, and no way, kepada
mereka. Oleh karena itu kita di samping tetap membukakan pintu untuk upaya
kerjasama dalam bidang ekonomi, industri dan perdagangan, kepada siapapun
dari berbagai belahan dunia ini, kita pertama-tama harus membedakan mereka yang semata
datang dengan tujuan kerjasama dalam bidang ekonomi itu, dengan mereka yang
menggabungkan antara tujuan ekonomi dan bisnis itu dengan tujuan evangelisme
dan pemurtadan seperti yang dilakukan dan dimiliki oleh LG dari JTR itu.
Kerjasama yang dimaksud di
bidang ekonomi, perdagangan dan industri itu, mestilah yang sifatnya semata
kerjasama yang saling menguntungkan, di mana bukan hanya mereka tetapi
kitapun ikut menentukan secara berimbangan, baik di tingkat atas, menengah
maupun bawah dengan prinsip kerjasama yang adil dan seimbang secara terbuka
yang saling menguntungkan itu (mutually profitable joint capital venture). ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar