Senin, 17 Februari 2014

Hebatnya Perguruan Tinggi

                         Hebatnya Perguruan Tinggi

Sudaryanto  ;   Dosen FKIP Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
HALUAN,  17 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                                                                                       
Pada Senin pagi, 10 Februari lalu, pe­nulis dan istri bertemu dengan Kepala Atase Bidang Pen­didikan KBRI Beijing, Bapak Chaerun Anwar. Dalam pertemuan yang hangat itu, saya diberikan buku ber­judul Key University di China. Buku tersebut meru­pakan karyanya bersama Riyono Utomo, staf Atase Pendidikan KBRI Beijing. Lewat buku itu, kita dapat mengetahui betapa hebatnya perguruan tinggi-perguruan tinggi di China. Apa-apa sajakah kehebatan itu?

Pertama, pemerintah China fokus pada revitalisasi perguruan tinggi (PT) untuk menjadi universitas kelas dunia (world class uni­versity) dan universitas papan atas di dunia. Melalui program “Proyek 985” tahun 1998, Biro Pelayanan Pen­didikan Rakyat mendorong Peking University dan Tsinghua University untuk menjadi universitas kelas dunia. Sementara itu, 37 universitas lainnya didorong untuk menjadi universitas papan atas di China dan dikenal masyarakat dunia.

Kondisi tersebut jauh berbeda dengan kondisi kita. Di Indonesia, begitu banyak PT yang bermimpi meraih predikat universitas kelas dunia. Padahal, daya du­kung, baik SDM maupun fasilitasnya belum memenuhi ke arah tersebut. Walhasil, predikat universitas kelas dunia menjadi sekadar mimpi dan wacana belaka. Bahkan, kalau boleh jujur, wacana universitas kelas dunia kini tenggelam dengan hiruk-pikuk wacana pen­didikan karakter dan Ku­rikulum 2013.

Progresif dan Berkelanjutan

Kedua, pengembangan PT di China berjalan pro­gresif dan berkelanjutan. Setelah “Proyek 985”, kemu­dian dilanjutkan dengan “Proyek 211” yang mem­bangun 100 key university dan 1.000 key diciplines dari 1.700 universitas yang terdapat di sana. Universitas yang memperoleh dana untuk peningkatan status sebagai key university terdiri atas 113 universitas. Dari 39 universitas, kini ber­kem­bang menjadi 113 univer­sitas. Sungguh mengagum­kan bukan?

Progresivitas PT di China tak hanya terlihat pada segi jumlah, tetapi juga pada segi bidang keilmuan. Dalam “Proyek 985”, ada empat bidang yang ditekan­kan, yaitu pendidikan, teknologi, pertanian, dan kelautan. Sementara itu, dalam “Proyek 211”, bidang keilmuan bertambah ban­­yak, yaitu pendidikan, teknologi, pertanian, ke­lautan, bahasa asing, olah raga, pos dan tele­ko­mu­nikasi, musik, ekonomi, hukum, hubungan inter­nasional, dan kedokteran.

Sekadar contoh, Beijing Foreign Studies University (BFSU) merupakan kampus terkemuka yang me­nawar­kan berbagai program studi bahasa asing, termasuk Bahasa Indonesia. Kemudian, ada Ocean University of China dan Dalian Maritime University. Idealnya, Indo­nesia juga memiliki uni­versitas yang bergerak di bidang kelautan dan ma­ritim karena kita merupakan negara yang dianugerahi oleh Allah SWT lautan yang maha luas dan kaya.

Ada Beijing Sport Uni­versity yang menawarkan berbagai program studi terkait bidang olah raga. Melalui kampus ini, kelak bakal dihasilkan olah­ragawan-olahragawan China yang mampu berprestasi di pentas internasional. Di Indonesia, kita belum punya universitas khusus di bidang olah raga. Yang baru ada ialah program studi Pen­didikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan dan Ilmu Keolahragaan yang “dititip­kan” di kampus LPTK atau eks-IKIP.

Selanjutnya, ada pula China Agricultural Uni­versity, Jiangxi Agricultural University, Sichuan Agri­cultural University, dan Huazhong Agricultural University, yang semuanya fokus di bidang pertanian. Sementara di Indonesia, baru ada Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai satu-satunya kampus yang fokus di bidang pertanian. Padahal, negara kita merupakan negara agraria yang me­miliki lahan sekian ratus dan bahkan ribuan hektare tanah.

Pendek kata, perkem­bangan bidang ilmu penge­tahuan dan teknologi di China bisa dibilang cukup pesat. Dan hal itu diimbangi dengan berdirinya univer­sitas-universitas yang me­nanganinya. Dulu China hanya memiliki Ocean University of China yang bergerak di bidang kelautan, tapi kini juga memiliki Ocean University of China dan Dalian Maritime Uni­versity. Sekali lagi, inilah wujud progresivitas PT China yang patut kita tiru dan ikuti.

Becermin dari China

Becermin dari ke­ber­hasilan China dalam me­ngem­bangkan PT, kiranya kita pun dapat melakukan hal serupa. Seingat saya, baru ada lima bidang ke­ilmuan yang berbasis kam­pus di Indonesia, yaitu pendidikan, agama, per­tanian, teknologi, dan seni. Bidang pendidikan diwakili oleh kampus LPTK (eks IKIP dan STKIP), bidang agama oleh UIN/IAIN/STAIN, bidang pertanian oleh IPB, bidang teknologi oleh ITB dan ITS, dan bidang seni oleh STSI/ISI.

Masih ada banyak bi­dang keilmuan yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Misalnya, bidang pariwisata yang baru di­wakili oleh kampus se­tingkat sekolah tinggi. Jika kita ingin serius mening­katkan pamor pariwisata Indonesia di tahun-tahun mendatang, selayaknyalah kita memiliki universitas di bidang pariwisata. Univer­sitas tersebut dapat di­bangun di daerah-daerah yang menjadi tujuan wisata di Indonesia, seperti Bali dan Yogyakarta.

Contoh lainnya, bidang kedirgantaraan. Bidang yang satu ini sempat naik pamor kala kita berhasil membuat pesawat N-250 melalui Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), Bandung. Namun sayangnya, bidang tersebut tenggelam begitu saja. Saya kira, Indonesia perlu memiliki universitas di bidang kedirgantaraan agar kelak menghasilkan sarjana-sarjana yang mampu berpikir inovatif dan kreatif di bidang tersebut.

Contoh lainnya lagi, bidang transportasi dan infrastruktur. Transportasi umum di Indonesia, khusus­nya kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung, masih perlu diperbaiki. Termasuk pula infrastruktur di Jalur Pantura. Banjir di beberapa daerah di Pantura waktu lalu, ternyata berdampak serius bagi laju ekonomi. Alhasil, Indonesia perlu memiliki universitas yang berfokus di bidang trans­portasi dan infrastruktur.

Akhir kata, penulis berkesimpulan bahwa tren hebatnya PT di China, termasuk pemberian gelar Doktor Honoris Causa ke­pada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dari Tsinghua University, layak diapresiasi. Harapannya, tren serupa juga dapat dilakukan di negeri ini. Saya percaya bahwa Dikti melakukan langkah yang progresif setiap tahun; namun sayangnya negara lain lebih progresif dalam mengembangkan PT-nya. Jadi, tunggu apa lagi? ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar